Hari Ibu 2021 di Gedung Wanitatama Yogyakarta, Monumen Pergerakan Wanita

Peringatan Hari Ibu dipusatkan di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta, Rabu, 22 Desember 2021. Gedung Wanitatama yang terletak di Jalan Laksda Adisutjipto itu merupakan monumen pergerakan wanita, sekaligus tonggak sejarah perjuangan wanita Indonesia.

Berbagai kerajinan batik unik mewarnai peringatan tersebut. Kerajinan batik yang dipamerkan cukup beragam, salah satu yang menarik perhatian adalah deretan batik tulis Nitik karya para perempuan Paguyuban Batik Tulis Imogiri Bantul, Yogyakarta.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang menyambangi peringatan Hari Ibu di Yogyakarta itu menilai, karya-karya batik adi luhung dari Imogiri Yogyakarta menjadi satu bentuk perjuangan perempuan yang tak lekang waktu dari jalur kebudayaan. “Kalau kita bicara Hari Ibu, tak bisa lepas dari momentum 93 tahun silam ketika 30 organisasi yang beranggotakan sekitar seribu perempuan berkumpul di Yogyakarta tepatnya di Dalem Jayadipuran, untuk menggelar kongres pertama demi kemajuan bangsa ini,” kata Bintang Puspayoga.

Bintang mengatakan, dari 30 organisasi perempuan itu, ada tiga yang bertahan sampai sekarang. Organisasi itu adalah Aisyah, Wanita Katolik, dan Wanita Taman Siswa. “Tema besar peringatan Hari Ibu kali ini masih mengusung perjuangan yang sama yakni Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Dari tema ini kami berharap upaya penguatan peran perempuan di berbagai bidang dapat segera terwujud,” kata dia.

Dalam pameran batik itu, Paguyuban Batik Tulis Nitik Yogyakarta menghadirkan berbagai motif legendaris asli Yogyakarta yang telah dipatenkan sejak 2019. Bentuk paten berupa Indikasi Geografis, yang statusnya di atas Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Motif dasar Batik Nitik Imogiri di antaranya Nitik, Nitik dan Cecek, Nitik Klowong dan Tembokan, dan lainnya. Total ada 79 motif resmi. Ciri khas batik nitik yang berkembang sejak era Sultan Hamengku Buwono VII itu terletak pada motif yang menyerupai bujur sangkar yang dibuat dengan canting khusus. Ujung canting itu berpenampang lebar untuk membentuk motif persegi.

Permaisuri Raja Kadipaten Paku Alam X, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam mengatakan, upaya pemberdayaan perempuan khususnya yang kurang mampu secara ekonomi, dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya dengan pemberdayaan perempuan lanjut usia di kawasan Pandak, Bantul, Yogyakarta.

Para perempuan lansia di Pandak, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dikenal sebagai perajin tas berbahan pandan. Namun kerajinan lokal itu terancam punah karena tak ada regenerasi dan harganya kalah bersaing, yakni berkisar Rp 200 ribu per tas. “Untuk mengangkat kembali kerajinan lokal perempuan di Pandak ini, kami melibatkan mereka dalam lelang dan hasilnya harga satu tas ada yang bisa mencapai Rp 10 juta,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *