Beriuq Peririq Pemole Rinjani, TNGR Menjaga Gunung Rinjani Bersama Toaq Lokaq

Sebanyak 16 orang pemuka adat di sekitar Gunung Rinjani bertemu dalam Sangkep Lokaq Rinjani di Bencingah Balai Adat Sembalun Bumbung, pada Rabu, 15 Desember 2021. Mereka berasal dari Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Tengah yang berada di kaki Gunung Rinjani.

Pertemuan yang diinisiasi oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani atau TNGR ini bertujuan mendukung terpeliharanya adat istiadat Gumi Sasak sebagai penjaga marwah Gunung Rinjani. “Kami berharap acara sangkep lokaq Rinjani dapat terus terlaksana untuk masyarakat Rinjani yang beradat dan lestari,” kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Dedy Asriady dalam acara bertema Beriuq Peririq Pemole Rinjani atau Bersama Memelihara dan Menjaga Rinjani.

Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut. Selama delapan bulan terakhir, tercatat sebanyak 20.255 wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara mendaki gunung itu. Sementara wisatawan yang datang, namun tidak mendaki mencapai 15.707 orang.

Ketua Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak Lalu, Bayu Windya menjelaskan, sangkep lokaq merupakan sarana pertemuan para toaq lokaq atau pemuka adat yang turun-temurun memiliki keterikatan spiritual dengan Gunung Rinjani. Forum toaq lokaq Rinjani ini terdiri atas perwakilan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak, kalangan akademikus, seperti antrolopog, sosiolog, dan budayawan. Mereka akan berembuk tentang tata cara berperilaku di dalam kawasan Gunung Rinjani yang memperhatikan tradisi, budaya, lingkungan, dan kemanfaatan secara umum.

Camat Sembalun Mertawi yang juga seorang pemuka adat mengatakan, pertemuan itu bertujuan membangun kerja sama para toaq lokaq dengan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. “Karena selama ini jalan sendiri-sendiri,” katanya. Semestinya, menurut dia, tugas memelihara, menjaga, dan melindungi Rinjani perlu dilakukan bersama-sama.

Dari pertemuan itu kemudian terbentuk forum toak lokak atau pemuka adat lingkar Rinjani. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Dedy Asriadi sebagai Mangku Lokaq atau pemuka adat Rinjani. Salah satu pelestarian adat dan budaya masyarakat Gunung Rinjani adalah tradisi ‘permisi’ sebelum mendaki.

“Orang yang mendaki itu ada aturannya. Harus permisi dulu. Ada penyimbikan atau tanda sekapur sirih di jidat untuk keselamatan,” kata Mertawi. “Di situ ada pesan moral sehingga pendakian tidak bertentangan adat dan tradisi dan kearifaan lokal.”

Ada pula beberapa pantangan ketika masuk hutan dan mendaki Gunung Rinjani. Misalkan, dilarang menyebut dan memanggil nama orang yang bertemu selama perjalanan. “Menurut keyakinan orang tua dulu, akan ada makhluk seperti jin yang pulang ke rumah si pendaki, sementara pendaki tersebut hilang,” ucapnya.

Mertawi juga menyinggung soal pelestarian alam Gunung Rinjani agar daya pikatnya tidak berubah. Menurut dia, tantangan mendaki Gunung Rinjani akan terasa setelah melewati Pos III. Di sana ada tanjakan penyesalan, naik dan turun empat bukit, dan medan yang menantang.

Sebab itu, dia melanjutkan, layanan pengantaran dengan ojek yang selama ini beroperasi cukup sampai Pos II saja. “Jangan sampai melewati tantangan pendakiannya, yaitu tanjakan penyesalan sebelum tiba di Pos IV yang memiliki persimpangan ke Danau Segara Anak atau puncak Gunung Rinjani,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *